Beliau
adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin
Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimy. Nasab beliau bertemu
dengan nasabnya RasulullahShallallahu
‘alaihi wa sallam pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka’ab. Bapak beliau, Utsman bin Amir, akrab dipanggil Abu
Quhafah. Ibu beliau adalah Ummul Khair yaitu Salma binti Shohr bin Amir.
Berarti sang ibu adalah putri pamannya (sepupu) bapak. Beliau dilahirkan dua
tahun enam bulan
setelah Tahun Gajah.
Di masa jahiliah Abu Bakar dikenal
sebagai seorang yang jujur, berakhlak mulia, dan mahir dalam berdagang. Hal ini
diketahui oleh semua manusia sehingga beliau sering didatangi para pemuda
Quraisy untuk diminta keterangan tentang ilmu pengetahuan, strategi berdagang,
dan sopan santunnya. Selain itu, beliau juga termasuk salah satu dari ahli
nasab Quraisy hingga Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan,
“Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang Quraisy
yang paling mengetahui tentang nasab mereka.” (HR. Muslim, 2490)
Bahkan Abu Bakar tidak pernah meminum Khamer
sampaipun di masa jahiliah. Tatkala beliau ditanya, beliau menjawab, “Aku
adalah orang yang menjaga kehormatan dan menjaga muru’ah, siapa yang meminum
Khamer maka berarti dia telah melalaikan kehormatan dan muru’ahnya.” (Lihat
Tarikh Al-Khaulafa, 49)
Ketika cahaya Islam menerangi
bumi Makkah dibawa oleh seorang Al-Amin (yakni Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Abu Bakar radiyallahu ‘anhu menyambut
baik hidayah Islam, bahkan beliau adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kaum laki-laki
yang merdeka.
Sahabat Ammar bin Yasir
bercerita, “Aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di Makkah dan tidakkah bersamanya kecuali
lima orang budak, dua wanita, dan Abu Bakar.” (HR. Bukhari, 3857)
Setelah mengikrarkan
keislamannya, Abu Bakar Radiyallahu
‘anhu mengajak sahabat-sahabatnya untuk masuk Islam, sehingga
dengan sebab dakwahnya banyak para pemuda Makkah yang menyatakan keislamannya.
Beliau pun banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahkan beliau pernah menginfakkan seluruh hartanya hingga sahabat Umar tidak
dapat mengalahkannya dalam berinfak. Selain itu, Abu Bakar radiyallahu ‘anhu memerdekakan
para budak dan tidak mengharapkan dari hal itu semua kecuali wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Aisyah radiyallahu ‘anha bercerita, “Abu Bakar pernah
memerdekakan tujuh budak yang telah disiksa di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
di antara mereka adalah Bilal dan Amir bin Fuhairah.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,
3/321)
Ahlus sunnah wal Jama’ah sepakat
bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para sahabat
dan sebaik-baik sahabat adalah Abu Bakar dan Umar atas seluruh para sahabat.” (Kitabul I’tiqad,
192)
Berkata Al-Imam asy-Syafi’i,
“Tidak ada seorang pun yang berselisih dari kalangan para sahabat dan tabi’in
tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar atas seluruh para sahabat.” (Kitabul I’tiqad,
192)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir,
“(Orang yang) paling mulia di antara para sahabat bahkan paling mulia di antara
seluruh makhluk setelah para Nabi adalah Abu Bakar, kemudian setelahnya Umar bin Khaththab,
kemudian Utsman bin Affan, dan kemudian Ali bin Abi Thalib.” (Al-Ba’itsul
Hatsis, 183)
Di antara hal yang menunjukkan
kemuliaan Abu Bakar radiyallahu
‘anhu adalah peristiwa bersejarah yang telah dicatat oleh
Alquran dan akan selalu dikenang oleh seluruh kaum muslimin hingga hari kiamat
yaitu peristiwa besar hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kota Makkah ke
kota Madinah. Orang-orang kafir Quraisy tidak begitu saja membiarkan Nabi
Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam keluar dari kota Makkah dalam keadaan aman.
Mereka telah menyiapkan pasukan berkuda untuk menyusul dan membawa kembali Nabi
Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam baik hidup atau mati. Begitulah keadaan
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam di tengah beratnya safar panjang di bawah
terik matahari, di atas kerikil panas padang pasir yang luas seakan lautan tak
bertepi, ditambah lagi di belakang sana ada serambongan serigala padang pasir
dengan bersenjata lengkap semakin mendekat.
Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
sendiri. Beliau ditemani oleh Sahabat setianya yang selalu berbagi baik dalam
suka dan duka, dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq radiyallahu ‘anhu, manusia pertama yang beriman dan
membenarkan kenabian Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hingga akhirnya keduanya dapat berlindung di
sebuah gua menyelamatkan diri dari kejaran musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengabadikan peristiwa besar tersebut di dalam
firman-Nya,
“Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya Alah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang
kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang
dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada
temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.’ Maka
Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad).” (Q.S.
At-Taubah, 40)
Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Sahabat Abu Bakar telah
menceritakan kepadaku, beliau (Abu Bakar) mengatakan, ‘Aku melihat ke arah
kaki-kaki kaum musyirikin yang berada tepat di atas kami, sedangkan kami berada
di dalam gua, maka aku katakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
seandainya salah satu di antara mereka mau melihat ke arah kakinya maka pasti
mereka di bawah kaki-kaki mereka. Maka RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam memenangkan beliau
seraya mengatakan,
“Wahai Abu Bakar, bagaimana
menurutmu kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah yang ketiga dari kita berdua.” (HR.
Bukhari, 4386 dan Muslim, 2381)
Beliau adalah shiddiqul akbar yaitu
seorang yang selalu membenarkan berita yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semustahil
apa pun menurut manusia. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bukti nyata bahwa
beliau adalah shiddiqul
akbar. Tatkala manusia datang beramai-ramai sambil mengolok-olok
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam karena ceritanya tersebut, tetapi apa yang
diucapkan oleh sahabat Abu Bakar? Beliau justru mengatakan, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengatakan hal itu, maka sungguh dia telah benar.”
Karena itu, tidak berlebihan bila
beliau di sebut sebagai Ash-Shiddiq.
Bahkan yang menggelari beliauAsh-Shiddiq adalah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri.
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik
ke Gunung Uhud dan bersama beliau ada Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Maka Uhud
bergetar, lantas Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallammemenangkannya seraya mengatakan,
“Tenang wahai Uhud, karena di
atasmu ada seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang Syahid.” (HR.
Bukhari, 3472)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan orang yang membawa
kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa.” (Q.S. Az-Zumar, 33)
Al-Imam Ibnu Jarir mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah Muhammad dan Abu Bakar. (Jami’ul Bayan, 24/3)
Abu Bakar radiyallahu ‘anhu adalah
sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sangat berhati-hati dalam hal makanan.
Aisyah radiyallahu
‘anhu menceritakan bahwa suatu waktu Abu Bakar memiliki
seorang budak yang setiap harinya budak tersebut memberi beliau hasil usaha
kesehariannya. Abu Bakar pun memakan dari hasil usaha budaknya tersebut. Suatu
hari budak tersebut membawa makanan dan Abu Bakar memakan sebagian dari makanan
tersebut. Lantas budak tersebut mengatakan kepadanya, “Wahai tuanku, tahukan
Anda dari mana makanan ini?” Abu Bakar menjawab, “Dari mana engkau dapat
makanan ini?” Budak itu menjawab, “Dahulu saya pernah berlagak seperti orang
pintar (dukun) kepada seseorang, padahal saya sama sekali tidak tahu tentang
ilmu perdukunan. Saya hanya menipunya dan ia memberikan upah kepadaku, termasuk
apa yang engkau makan tadi.” Mendengar hal itu Abu Bakar Radiyallahu ‘anhu langsung
memasukkan jari ke mulutnya dan memuntahkan semua makanan yang tadi ia makan.
(HR. Bukhari, 3629)
Zaid bin Arqam radiyallahu ‘anhu bercerita,
“Salah satu budak Abu
Bakar radiyallahu
‘anhu pernah melakukan ghulul dan darinya ia membawa makanan kepada Abu
Bakar. Setelah Abu Bakar selesai makan, budak tersebut mengatakan, ‘Wahai
Tuanku, biasanya setiap malam engkau bertanya kepadaku tentang setiap hasil
usahaku, tetapi mengapa malam ini engkau tidak bertanya terlebih dahulu?’ Abu
Bakar menjawab, ‘Yang menyebabkan hal itu tidak lain adalah karena rasa lapar.
Memangnya dari mana harta tersebut?’ Maka budak tersebut menceritakan usahanya.
Serta-merta Abu Bakar menjawab, ‘Hampir saja engkau membunuhku.’ Lalu Abu Bakar
memasukkan tangannya ke mulut dan berusaha memuntahkan setiap suapan makanan
yang tertelan, tetapi usahanya tidak berhasil, kemudian dikatakan,
‘Sesungguhnya makanan itu tidak dapat keluar kecuali dengan air.’ Maka beliau
meminta segelas air lalu meminumnya dan memuntahkannya hingga keluar semua
makanan yang tadi beliau makan. Lalu dikatakan kepada beliau, ‘Engkau lakukan
ini hanya karena ingin memuntahkan makanan yang telah engkau makan?’ Beliau
menjawab, ‘Seandainya ia tidak keluar kecuali bila harus bersama jiwaku maka
akan aku lakukan’.” (Lihat Shafwatush
Shafwah 1/252, Hilyatul
Auliya 1/31)
Allahu Akbar,
wahai Shiddiq Umar ini, sungguh inilah sikap wara’ yang sangat tinggi, yang
hampir-hampir tidak dijumpai lagi di zaman akhir seperti zaman ini. Inilah ketaqwaan.
Inilah keimanan. Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang termulia setelah
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Maka hendaklah bertakwa kepada
Allah Shallallahu
‘alaihi wa sallam orang-orang yang selalu memakan harta yang
haram baik siang maupun malam, hingga jasadnya dan jasad anak-anaknya tumbuh
dari hasil yang haram.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati
para wanita salaf, di mana tatkala sang suami akan keluar ke pasar, ia memegang
pundaknya seraya berpesan, “Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari
apa yang engkau berikan kepada kami. Jangan engkau berikan kepada kami barang
yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar dari beratnya rasa lapar, tetapi
kami tidak dapat bersabar dari panasnya api neraka Jahannam.”!!!
Mutiara faidah
dari kisah Abu Bakar Ash-Shidiq
Demikianlah perjalanan hidup
manusia terbaik setelah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Darinya kita dapat memetik teladan yang sangat
banyak, di antaranya,
1. Seorang
muslim hendaklah berhias dengan akhlak yang mulia dan meninggalkan
perkara-perkara yang dapat menghilangkan kemuliaan dan muru’ah-nya.
2. Anjuran
untuk berinfak dan bersedekah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harta yang diinfakkan dan
disedekahkan oleh seseorang itulah harta yang akan bermanfaat baginya.
3. Merupakan
adab dan kewajiban seorang mukmin adalah membenarkan semua kabar dari
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, karena beliau tidak berbicara melainkan dari
wahyu AllahSubhanahu
wa Ta’ala.
4. Sesama
muslim adalah bersaudara, hendaklah mereka saling ta’awun ‘alal birri wat taqwa
(tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa), saling meringankan beban saudaranya
sesuai dengan kadar yang ia mampu.
5. Wara’
dari memakan barang yang haram adalah sifat khusus seorang muslim, karena jasad
yang tumbuh dari harta yang haram maka nerakalah tempat yang pantas untuknya.
Hampir-hampir sifat wara’ ini hilang dari diri kaum muslimin kecuali
orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Sumber: Majalah Al-Furqon,
Edisi 10 Tahun ke-10 1432/2011
Diambil dari : www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar