اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها،
وخالق الناس بخلق حسن
Bertaqwalah kepada Allah
dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau
melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain
dengan akhlak yang baik‘” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987,
ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih’)
Hadits ini adalah hadits yang agung, di dalamnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan hak-hak Allah dan hak-hak
hamba. Hak Allah yang disebutkan adalah bertaqwa kepada-Nya dengan taqwa yang
sejati. Yaitu menjaga diri dari murka dan adzab Allah, dengan menjauhi
larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya.
Wasiat taqwa ini adalah
wasiat dari Allah untuk hamba-Nya dari yang paling awal hingga akhir, ini juga
merupakan wasiat para Rasul kepada kaumnya, mereka berkata:
اعبدوا الله واتقوه
“Sembahlah Allah saja dan
bertaqwalah kepada-Nya”
Allah Ta’ala membahas
masalah taqwa dalam firman-Nya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ
تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ
الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ
الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu
ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS.
Al Baqarah: 177)
juga dalam firman-Nya:
وَسَارِعُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Imran: 133)
kemudian Allah
melanjutkan:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي
السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Al Imran: 134)
Allah Ta’ala mensifati
orang-orang bertaqwa dengan iman yaitu pokok keimanan dan aqidahnya, dengan
amal-amal zhahir dan amal-amal batin yang dilakukannya, juga dengan ibadah
badan, ibadah maliyah (harta), kesabaran ketika mendapati dan menghadapi
musibah. Juga dengan sifat pemaaf kepada orang lain, menghilangkan gangguan,
berbuat baik kepada sesama. Juga dengan semangat untuk bertaubat ketika
melakukan perbuatan maksiat atau berbuat zhalim kepada diri sendiri. Lalu
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun
memerintahkan dan mewasiatkan untuk konsisten dalam bertaqwa, dimana pun
berada, kapan pun dan dalam keadaan apapun. Karena seorang hamba senantiasa
sangat-sangat dituntut untuk bertaqwa, tidak ada satu kesempatan pun ia boleh
melepaskan taqwa itu.
Lalu ketika seorang hamba tidak menunaikan dengan baik apa-apa
yang menjadi hak dan kewajiban taqwa, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk melakukan hal yang
dapat membayar dan menghapus kesalahan itu. Yaitu melakukan kebaikan (al hasanah) atas keburukan yang telah ia lakukan.
Al hasanah adalah istilah yang mencakup segala
hal yang mendekatkan diri hamba kepada Allah Ta’ala. Al hasanah yang
paling utama yang dapat membayar sebuah kesalahan adalah taubat nasuha, disertai istighfar dan kembali kepada Allah.
Dengan berdzikir kepada-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, mengharap rahmat
dan karunia-Nya setiap waktu. Dan diantara caranya adalah dengan membayar kafarah baik berupa harta atau
amalan badaniyah yang telah ditentukan oleh syariat.
Selain itu, bentuk al hasanah yang
dapat menebus kesalahan adalah sikap pemaaf kepada orang lain, berakhlak yang
baik kepada sesama manusia, memberi solusi pada masalah mereka, memudahkan
urusan-urusan mereka, mencegah bahaya dan kesulitan dari mereka. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ
يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk” (QS. Huud: 114)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الصلوات الخمس، والجمعة إلى
الجمعة، ورمضان إلى رمضان مكفرات لما بينهن ما اجتنبت الكبائر
“Shalat yang lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at
selanjutnya, dari Ramadhan ke Ramadhan selanjutnya, semua itu menghapus dosa
diantara rentang waktu tersebut selama dosa besar dijauhi”
Dan betapa banyak nash yang
menyebutkan bentuk-bentuk ketaatan sebagai sebab datangnya ampunan Allah.
Dan yang dapat membuat Allah mengampuni kesalahan-kesalahan
adalah musibah. Karena tidaklah seorang mukmin ditimpa musibah berupa bencana,
gangguan, kesulitan, meskipun hanya berupa tusukan duri kecuali pasti jadikan
hal itu sebagai kafarah atas
dosa-dosanya. Musibah dapat berupa luputnya sesuatu yang disukai atau juga
berupa mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik berupa pada jasad maupun
pada hati, atau juga pada harta, baik yang eksternal maupun internal. Namun
musibah itu bukanlah perbuatan hamba, oleh karena itu Nabi memerintahkan
hal-hal yang berupa perbuatan hamba, yaitu menebus kejelekan dengan kebaikan.
Kemudian, setelah Nabi menyebutkan haq Allah dalam wasiat taqwa
yang mencakup aqidah, amal batin
dan amal zhahir, beliau menyebutkan:
وخالق الناس بخلق حسن
“Bergaulah dengan orang lain
dengan akhlak yang baik”
Yang paling pertama dari
akhlak yang baik adalah anda tidak mengganggu orang lain dalam bentuk apapun,
dan engkau pun terjaga dari gangguan dan kejelekan mereka. Setelah itu anda
bermuamalah dengan mereka dengan perkataan dan perbuatan yang baik.
Lalu bentuk akhlak baik
yang lebih khusus lagi adalah lemah lembut kepada orang lain, sabar terhadap
gangguan mereka, tidak bosan terhadap mereka, memasang wajah yang cerah, tutur
kata yang lembut, perkataan yang indah dan enak didengar lawan bicara,
memberikan rasa bahagia kepada lawan bicara, yang dapat menghilangkan rasa
kesepian dan kekakuan. Dan baik juga bila sesekali bercanda jika memang ada
maslahah-nya, namun tidak semestinya terlalu sering melakukannya. Karena
candaan dalam obrolan itu bagai garam dalam makanan, kalau kurang atau
kelebihan akan jadi tercela. Termasuk akhlak yang baik juga, bermuamalah dengan
orang lain sesuai yang layak baginya, dan cocok dengan keadaannya, yaitu apakah
ia orang kecil, orang besar, orang pandai, orang bodoh, orang yang paham agama
atau orang awam agama.
Maka, orang yang bertaqwa kepada Allah, dan menunaikan apa yang
menjadi hak Allah. Lalu berakhlak kepada orang lain yang berbeda-beda
tingkatannya itu dengan akhlak yang baik. Maka ia akan mendapatkan
semua kebaikan. Karena ia menunaikan hak Allah dan juga hak hamba. Dan karena
ia menjadi menjadi orang yang muhsinin dalam
beribadah kepada Allah dan muhsinin terhadap
hamba Allah.
[Diterjemahkan dari kitab Bahjatul Qulubil Abrar hal 40,
Syaikh Abdurrahman As Sa'di]
—
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar