Jatuhnya Kota Bagdad
Pada tahun 656 H, Hulagu
Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat
peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar
ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang
menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama Mu`yyiduddin Muhammad Ibnul
Alqamy. Dan yang kedua adalah seorang ahli nujum Nashirudin Ath Thusi penasehat
Hulagu.
Pada akhir kepemimpinan
khalifah Mustanshir, jumlah pasukan Bani Abbasiyyah mencapai seratus ribu
pasukan. Sepeninggal Mustanshir dan tampuk kepemimpinan dipegang oleh
Muktashim, Ibnul Alqamy membuat usulan-usulan kepada khalifah untuk mengurangi
jumlah pasukan dengan alasan untuk menghemat biaya. Hal itu pun diikuti oleh
khalifah. Padahal itu merupakan taktik untuk melemahkan kekuatan pasukan.
Hingga akhirnya jumlah pasukan hanya sepuluh ribu saja.
Pada saat yang sama,
Ibnul Alqami menjalin hubungan gelap dengan Hulagu. Ia sering menulis surat
kepada Hulagu dan memberinya motivasi untuk mengusai Baghdad serta berjanji
akan membantunya sambil menggambarkan kondisi pertahanan Bagdad ketika itu yang
semakin melemah. Itu semua ia lakukan demi memberantas sunnah, menampakkan
bid’ah rafidhah dan mengganti kekuasaan dari Bani Abbasiyyah kepada Alawiyyah.
Pasukan Hulagu pun
kemudian bergerak menuju Bagdad. Pasukan Khalifah baru menyadari bahwa Tatar
telah bergerak masuk. Upaya penghadangan Tatar yang dilakukan oleh khalifah
gagal hingga akhirnya Tatar berhasil menguasai sebagian wilayah Bagdad. Dalam
kondisi itu, Ibnul Alqami mendatangi Hulagu dan membuat perencanaan dengannya
kemudian kembali kepada khalifah Muktashim dan mengusulkan kepadanya untuk
melakukan perdamaian seraya berkata bahwa Hulagu akan tetap memberinya
kekuasaan sebagaimana yang Hulagu lakukan terhadap penguasa Romawi. Ia pun
berkeinginan menikahkan putrinya dengan anak laki-laki kahlifah yang bernama
Abu Bakar. Ia terus mengusulkan agar penawaran itu disetujui oleh khalifah.
Maka khalifah pun berangkat dengan membawa para pembesar pemerintahannya dalam
jumlah yang sangat banyak (dikatakan sekitar 1200 orang)
Khalifah menempatkan
rombongannya di sebuah tenda. Lalu menteri Ibnul Alqami mengundang para ahli
fikih dan tokoh untuk menyaksiakan akad pernikahan. Maka berkumpulah para tokoh
dan guru Bagdad yang diantaranya adalah Muhyiddin Ibnul Jauzi beserta
anak-anaknya untuk mendatangi Hulagu. Sesampainya di tempat Tatar, pasukan
Tatar malah membunuhi mereka semua. Begitulah setiap kelompok dari rombongan
khalifah datang dan dibantai habis semuanya. Tidak cukup sampai disitu,
pembantaian berlanjut kepada seluruh penduduk Bagdad. Tidak ada yang tersisa
dari penduduk kota Bagdad kecuali yang bersembunyi. Hulagu juga membunuh
khalifah dengan cara mencekiknya atas nasehat Ibnul Alqami.
Pembantaian Tatar
terhadap penduduk Bagdad berlangsung selama empat puluh hari. Satu juta korban
lebih tewas dalam pambantaian ini. Kota Bagdad hancur berdarah-darah,
rumah-rumah porak-poranda, buku-buku peninggalan para ulama dibakar habis dan
Bagdad pun jatuh kepada penguasa kafir Hulagu Khan.
Selain peran Ibnul
Alqami, peristiwa ini juga tidak lepas dari peran seorang Syi’ah lainnya bernama
Nashirudin At Thushi, penasehat Hulagu yang dari jauh-jauh hari telah
mempengaruhi Hulagu untuk menguasai kota Bagdad. [Lihat Al Bidayah wa Al
Nihayah, vol. 13, hal. 192, 234 – 237, Al-Nujuum Al Zaahirah fii Muluuk Mishr
wa Al Qahirah, vol. 2, hal. 259 – 260]
Konspirasi Syi’ah Ubaidiyyah dan Pasukan Salib
Ketika kerajaan Islam
Saljuqi sedang dalam pengintaian pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah
yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyyah memanfaatkan keadaan. Ketika
pasukan salib sedang mengepung Antakia, mereka mengirim utusan kepada pasukan
salib untuk melakukan kerjasama dalam memerangi kerajaan Islam Saljuqi serta
membuat perjanjian untuk membagi wilayah selatan (syiria) untuk pasukan salib
dan wilayah utara (palestina) untuk mereka. Pasukan salib pun menyambut tawaran
itu.
Maka, terjadilah
pertempuran antara pasukan salib dan pasukan Saljuqi. Saat terjadi peperangan
antara pasukan Saljuqi dengan pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah
sibuk untuk memperluas kekuasaan mereka di Pelestina yang saat itu berada di
bawah kekuasaan Saljuqi.
Akan tetapi kemudian pasukan salib mengkhianati perjanjian
mereka dan merangsek masuk ke wilayah Palestina pada musim semi tahun 492 H
dengan kekuatan seribu pasukan berkuda dan lima ribu invanteri saja. Pasukan
Ubaidiyyah melawan mereka namun demi tanah dan diri mereka saja, bukan untuk jihad.
Hingga satu per satu dari daerah Palestina jatuh ke tangan pasukan salib dan
mereka pun membantai kaum muslimin. Mereka membunuhnya di depan Masjid Al
Aqsha. Lebih dari tujuh puluh ribu orang tewas dalam peristiwa berdarah itu,
termasuk para ulama. [Lihat Tarikh Islam, Mahmud Syakir, vol. 6, hal. 256-257,
Tarikh Al Fathimiyyin, hal. 437]
Syi’ah Qaramithah
Al Hafidz Ibnu Katsir
dalam (Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 11, hal. 149) menceritakan, di antara
peristiwa pada tahun 312 H bulan Muharram, Abu Thahir Al Husain bin Abu Sa’id
Al Janabi –semoga Allah melaknatnya- menyerang para jemaah haji yang tengah
dalam perjalanan pulang dari baitullah dan telah menunaikan kewajiban haji.
Mereka merampok dan membunuh mereka. Korban pun berjatuhan dengan jumlah yang
sangat banyak –hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka juga menawan para wanita
dan anak-anak mereka sekehendaknya dan merampas harta mereka yang mereka
inginkan.
Ibnu Katsir juga menceritakan pada tahun 317 H, orang-orang
Syi’ah Qaramithah telah mencuri hajar aswad dari baitullah. Dalam tahun itu,
rombongan dari Iraq yang dipimpin orang Manshur Ad Daimamy datang ke Makkah
dengan damai. Kemudian pada hari tarwiyah, orang-orang Qaramithah menyerang
mereka, merampas harta dan membantainya di masjidil haram, di depan Kabah. Para
jemaah haji berhamburan. Diantara mereka ada yang
berpegangan dengan kain penutup Kabah. Akan tetapi itu tidak bermanfaat bagi
mereka. Orang-orang Qaramithah terus membunuhi orang-orang. Setelah selesai,
orang-orang Qaramithah membuang para korban di sumur zamzam dan tempat-tempat
di masjidil haram.
Qubbah zamzam
dihancurkan, pintu kabah dicopot dan kiswahnya dilepaskan kemudian
dirobek-robek. Mereka pun mengambil hajar aswad dan membawanya pergi ke negara
mereka. Selama dua puluh dua tahun hajar aswad beserta mereka hingga akhirnya
mereka kembalikan pada tahun 339 H.
Daulah Shafawiyyah (Cikal Bakal Syi’ah di Iran)
Dahulu, hampir sembilan
pulun persen penduduk Iran menganut akidah ahli sunnah bermadzhab Syafi’i.
Hingga pada abad ke sepuluh hijriyah tegaklah daulah Shafawiyyah dibawah
kepamimpinan Isma’il Ash-Shafawi. Ia pun kemudian mengumumkan bahwa ideologi
negera adalah Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyriyyah, serta memaksa para warga untuk
juga menganutnya.
Ia sangat terkenal sebagai pemimpin yang bengis dan kejam. Ia
membunuh para ulama kaum muslimin beserta orang-orang awamnya. Sejarah
mencatat, ia telah membunuh sekitar satu juta muslim sunni, merampas harta,
menodai kehormatan, memperbudak wanita mereka dan memaksa para khatib ahli
sunnah untuk mencela para khalifah rasyidin yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Ustman
–semoga Allah meridhai mereka) serta untuk mengkultuskan para imam dua belas.
Tidak hanya itu, ia juga
memerintahkan untuk membongkar kuburan ulama kaum muslimin dari kalangan ahli
sunnah dan membakar tulang belulangnya.
Daulah Shafawiyyah berhasil memperluas kekuasaannya hingga semua
penjuru daerah Iran dan wilayah yang ada di dekatnya. Ismail Shafawi berhasil
menaklukkan daulah Turkimaniyyah berakidah ahli sunnah di Iran, kemudian Faris,
Kirman dan Arbastan serta yang lainnya. Dan setiap peristiwa penaklukan itu, ia
membunuh puluhan ribu ahli sunnah. Hingga ia pun berhasil menyerang Bagdad dan
menguasainya. Ia pun melakukan perbuatan kejinya kepada ahli sunnah disana. [dinukil dari Tuhfatul Azhar
wa Zallaatu al Anhar, Ibnu Syaqdim As-Syi’i via al Masyru’ al Irani al Shafawi
al Farisi, hal. 20 -21]
Wallahu ‘alam wa Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
sumber : Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar